Senin, 06 Juni 2011

Agama Tanpa Syariat?


Agama Tanpa Syariat

Sekarang menjadi jelas bahwa sebenarnya Agama Kristen didirikan oleh Paulus bukan Yesus atau Nabi Isa As. Karena yang mendirikan adalah seorang manusia maka tak heran bila ajaran Agama Kristen menyesuaikan selera Paulus seperti doktrin Paulus berikut, “ Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh sesuatu apapun.” (II Korintus 6: 12) “dan segala sesuatu diperbolehkan. Benar tetapi bukan segala sesuatu membangun.” (I Korintus 10 : 23). Jelas sekali berdasarkan doktrin di atas adalah doktrin yang dibuat berdasarkan akal pikiran manusia. Atas dasar doktrin ini, berarti Agama Kristen itu tanpa syariat, tetapi kaya akan ajaran etika yang muluk, luhur, dan mulia. Tapi jangan sampai terkecoh akan ajaran etika yang muluk. Kenyataan bahwa etika murni tanpa syariat adalah bersifat filosofis yang teoritis, spekulatif, dan idealis namun belum tentu bermanfaat bagi fitrah manusia sebab kebanyakan bersifat utopis. Ajaran filosofis memang baik, tetapi karena tidak mempunyai sanksi yang nyata dan hanya bersuperioritas pada diri manusia sendiri maka dalam praktiknya sukar dijalankan.
Kodrat manusia memiliki sifat-sifat instingtif yang membutuhkan kontrol atau pengendalian yang hanya bisa dilakukan bila ada syariat yang mengaturnya. Demikian karena pada dasarnya manusia secara kodrati memiliki kecenderungan dan kelemahan sebagai makhluk sebagai berikut:
1.     Nafsu yang cenderung kepada kejahatan (QS Yusuf : 53)
2.     Bersifat lemah
3.     Senantiasa menghadapi cobaan dan kesukaran
4.     Bersifat terburu-buru
5.     Nafsu yang mendorong untuk durhaka kepada Alloh
6.     Dzalim, tidak berterimakasih
7.     Kikir
8.     Gelisah
9.     Pembantah
10. Tidak bersyukur
Atas alasan inilah yang menjadi kendala ajaran filosofis tersebut. Sehingga atas alasan tersebut perlu akan adanya Firman Tuhan yang berupa syariat untuk mengatasi kesemuanya. Karena selain secara kodrati manusia memiliki nafsu yang menyuruhnya kepada kejahatan ada setan dan iblis yang selalu berusaha menyesatkan dan membangkitkan keinginan yang bukan-bukan dan membisikkan kejahatan dalam hati manusia seperti yang disebutkan dalam QS An Naas, sehingga terasa lebih berat lagi dalam menaklukkannya.
Tuhan pasti sudah merencanakan sedemikian rupa agar manusia yang merupakan makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna dapat mencapai tujuan hidup yang sebenarnya yaitu bertemu dengan-nya dan memperoleh hidup dan kehidupan yang sebenarnya, yaitu suatu kehidupan yang kekal abadi tanpa adanya kematian atau akhir untuk itulah Ia menurunkan Firman-Nya yang berupa syariat untuk membimbing dan mengarahkan manusia menempuh jalan yang lurus untuk dapat sampai pada tujuan penciptaannya. Karena itu manusia hendaknya menyadari prinsip hukum ini, seperti yang dimaksud dalam ayat Taurat dan Injil, bahwa “manusia hidup tidak hanya dengan roti, melainkan pula dengan firman yang keluar sari mulut Alloh (Matius 4: 4; Ulangan 8 : 3) yang dinyatakan para Nabi. (Hosea 12 : 11; Amsal 3: 7)
Tanpa adanya syariat agama manusia tidak akan memperoleh kehidupan surgawi yang salam, tanpa rasa takut, dan duka cita. Demikian syariat agama menjadi penting seperti yang dimaksud dalam ayat berikut, “ boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal itu sebenarnya buruk bagimu, Alloh Maha Mengetahui, sedangkan manusia tidak memiliki pengetuan akan hal itu.(QS Al Baqarah: 216). Sebab itulah Alloh menunjukkan jalan yang benar berupa syariat-Nya.
Demikian, dalam Taurat memang ada sepuluh Hukum Taurat atau The Ten Commandements yang dalam Agama Budha disebut Dasa Sila. Hukum Taurat ini terutama terdapat dalam Keluaran 20: 3 – 17 dan Ulangan 5 : 7 – 21 yang ringkasnya sebagai berikut:
1.     Jangan padamu ada ilah lain di hadapan hadirat Alloh;
2.     Jangan dibuat olehmu akan patung ukiran atau akan suatu peta daripada barang (benda) dan jangan menyembah atau berbakti kepadanya;
3.     Jangan menyebut nama Tuhan dengan sia-sia;
4.     Sucikan hari Sabat (Hari Sabtu) yang pada hari itu kamu jangan bekerja, sebab hari Sabat itu diberkati Tuhan;
5.     Hormatilah bapak dan ibumu;
6.     Jangan kamu membunuh;
7.     Jangan kamu berzina;
8.     Jangan kamu mencuri;
9.     Jangan kamu mengatakan kesaksian dusta akan samamu manusia;
10. Jangan kamu menginginkan rumah orang lain dan istri orang lain atau hambanya laki-laki atau sahayanya perempuan, atau akan sapinya atau akan keledainya, atau barang apa-apa yang samamu manusia punya.
Adapun mengenai sepuluh pasal khutbah Yesus di sebuah bukit itu ringkasannya adalah sebagi berikut (Matius 5: 1 – 12):
Berbahagialah segala orang yang:
1.           Rendah hatinya, karena mereka itu yang empunya kerajaan surga;
2.           Berduka cia, karena mereka itulah yang akan dihiburkan;
3.           Lembut hatinya, karena mereka itu akan mewarisi bumi;
4.           Lapar dan dahaga akan kebenaran, karena mereka itu akan dijamu sehingga kenyang;
5.           Menaruh kasihan, karena mereka itu akan beroleh rahmat;
6.           Suci hatinya, karena mereka itu akan memandang Allah;
7.           Mendamaikan orang, karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah;
8.           Teraniaya oleh sebab kebenaran, karena mereka itu yang empunya kerajaan surga;
9.           Berbahagialah kamu apabila orang mencela kamu dan menganiaya kamu serta mengumpat kamu dengan dusta oleh sebab aku.
10.       Bersuka citalah kamu sambil bersuka ria, sebab besar pahalamu di surga, karena sedemikian itu juga segala nabi yang dahulu daripada kamu terkena aniaya.
Dari Hukum Taurat dan Khutbah tersebut jelas bahwa Hukum Taurat memiliki kejelasan maksud. Akan tetapi Khutbah hanya memiliki landasan moral filosofis sehingga kurang memberikan kejelasan akan halal dan haram, akan dosa dan pahala yang tentu saja membuat pengikutnya akan menjalani kehidupan tanpa syariat yang jelas.
Sangat tidak masuk akal jika yang menjadi syariat adalah didasarkan pada Doktrin Dosa Warisan yang menyebutkan, “di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya.” (Efesus 1: 7). Kemudian pada Doktrin Penebusan Dosa dengan dalil dosa telah ditebus oleh kematian Yesus seperti yang disebutkan pada 1 Petrus 3 : 18, “sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang dibangkitkan menurut Roh”. Dalam doa itu dinyatakan bahwa Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat diundang untuk masuk dalam hati dan mengendalikan hidup orang yang mengakuinya yang juga berarti hanya Yesus sajalah yang mampu menyelesaikan permaasalahan dosa manusia sehingga manusia layak pada Allah.
Sungguh mengherankan bila Tuhan Maha Pengampun bukankah bila Ia berkehendak maka Tuhan akan menciptakan manusia suci seperti malaikat yang tanpa dosa? Adalah sangat aneh bila Tuhan harus bersusah payah mengorbankan anak-nya bila Tuhan sendiri mampu melakukan semuanya. Jelas sekali pemahaman mengenai Tuhan, siapa Tuhan dan konsep Ketuhanan dari Umat Nasrani sangat rancu, rumit, ruwet dan tidak rasioanal padahal untuk mengenal Tuhan yang sebenarnya manusia telah dibekali nurani (Gos Spot) dan akal serta hati. Sungguh sangat kasihan Umat Nasrani bila mempercayai dokrin yang menyatakan dosa warisan, dosa yang diperhitungkan karena melanggar hukum taurat, dan dosa pribadi semuanya telah disalibkan di kayu Salib Yesus sehingga sekarang siapapun yang mengakui Yesus maka akan beroleh keselamatan? Landasan yang digunakan lagi-lagi seperti yang sebelumnya merupakan buatan dari akal pikiran manusia coba lihat dari segi bahasanya, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-nya kepada kita, oleh karena kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. (Roma 5: 8). Yang dimaksud masih berdosa dikarenakan doktin dosa warisan. “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam kristus Yesus, Tuhan Kita.” (Roma 6: 23). Jelas dari tata bahasa yang digunakan ini merupakan ucapan orang ketiga yang bukan merupakan Firman Tuhan, maupun Sabda Nabi atau Yesus.

REFERENSI
Taken from “Dialog Islam Kristen Upaya Menelusuri Kebenaran Hakiki”
by Hasan A Baagil
Copyright 2005 Lintas Pustaka Publisher From Jakarta
Taken From “Injilku Yang Ternoda”
Cetakan ke-7
By Yusuf Ismail al Hadid (Muallaf)
Maret 2008
Pustaka Fahima From Yogyakarta
“Menghalau Missionaris Dan Misi Sucinya Mengkristenkan Dunia”
Cetakan Ke-5
By Yusuf Ismail al Hadid (Muallaf)
April 2008
Pustaka Fahima From Yogyakarta
A Gift From My Student Oceana  
Assalam Boarding School Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar