Minggu, 05 Juni 2011

Thesis Tentang Kristologi

Sejarah Doktrin Trinitas dalam Kristen


Mempelajari Kristologi tentunya tidak akan lepas dari Kristen, sedangkan Kristen sendiri tentu saja tidak akan terlepas dari Dokrin Trinitas. Dalam hal ini sebagai dasar penjelasan alangkah bijaksananya bila kita menengok apa yang tertulis dalam Alkitab Umat Kristiani sendiri.
Dalam Alkitab, Yesus sendiri pernah meramalkan bahwa orang akan menyembahnya dengan sia-sia dan percaya kepada doktrin yang merupakan hasil karangan akal manusia: “Sia-sialah manusia itu menyembah aku, karena mereka itu mengajarkan hukum-hukum akal manusia” (Matius 15: 9). Jelas disini bahwa sesungguhnya Yesus menyatakan bahwa orang akan menyembahnya dengan sia-sia dan akan percaya kepada doktrin yang dibuat oleh manusia dan bukan dibuat Tuhan.
Hal ini dikarenakan Doktrin Trinitas ternyata bukan ayat dalam Alkitab. Bahkan kata “Trinitas” tidak ada dalam Alkitab atau kamus-kamus Alkitab, “Trinitas”  juga tidak pernah diajarkan atau disabdakan Yesus. Tidak ada dasar atau bukti dalam Alkitab untuk membenarkan hal itu. Begini jika dianalogikan: jika tiga orang sedang duduk atau makan bersama, itu berarti mereka berjumlah tiga orang dan alangkah sangat mustahil bila mereka berasal dari satu orang. Bahkan jika mereka adalah kembar identik tetap saja jiwa mereka berbeda yang dapat dibuktikan dengan uji genetika yang pastinya akan memunculkan perbedaan individu, sesuatu yang unik yang membuat mereka khas dan membedakan satu dengan yang lainnya, karena tidak ada individu yang sama persis di dunia.
Berdasarkan catatan sejarah, rumusan Trinitas dibuat oleh Athanasius, penginjil Mesir yang berasal dari Alexandria, yang disetujui oleh Dewan Nicea pada tahun 325 Masehi. Jehovah, salah satu sekte Kristiani Unitarian, menyatakan banyak yang menganggap bahwa Konsili-lah (musyawarah para Uskup)  di Nicea pada tahun 325 Masehi yang telah merumuskan doktrin susunan Kristen.
               Konsili Nicea memang meneguhkan bahwa Kristus adalah dari zat yang sama seperti Allah, dan hal ini menjadi fondasi untuk Teologi Tritunggal di kemudian hari. Tetapi konsili ini tidak menyusun Tritunggal (Jadi Trinitas belum dikukuhkan), karena dalam konsili itu sama sekali tidak disebutkan mengenai roh kudus sebagai pribadi ketiga dari suatu Ke-Ilahi-an dalam tiga serangkai.

               Peranan Konstantin di Nicea telah dilakukannya selama bertahun-tahun dan ada banyak tentangan atas dasar Alkitab terhadap gagasan yang makin berkembang bahwa Yesus adalah Allah. Dalam upaya untuk mengakhiri pertikaian itu, penguasa Roma Konstantin memanggil semua uskup ke Nicea. Uskup yang hadir waktu itu kira-kira 300, hanya sebagian kecil dari jumlah keseluruhan uskup yang ada.
               Konstantin sebenarnya bukan seorang Kristen. Menurut dugaan, ia belakangan dinobatkan, tetapi baru dibaptis pada waktu sedang terbaring sekarat. Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early Church, "Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan, pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin. Ini adalah masalah militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah orang-orang Kristen."
               Dan peranan yang dilakukan oleh Konstantin menurut Encyclopaedia Britannica adalah “Konstantin sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi mengusulkan rumusan penting yang menyatakan hubungan Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan Bapa’. Karena sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, kebanyakan dari mereka dengan sangat berat hati.”
               Setelah dua bulan debat agama yang sengit, politikus kafir ini campur tangan dan mengambil keputusan demi keuntungan mereka yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. 
               Jadi alasannya bisa disimpulkan bahwa keputusan tersebut pasti bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. "Konstantin pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan yang diajukan dalam teologi Yunani," kata A Short History of Christian Doctrine. Yang Konstantin tahu adalah bahwa perpecahan agama merupakan ancaman bagi kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat wilayah kekuasaannya (Jadi doktrin ini lebih ditekankan demi kepentingan kekuasaan, atau pihak-pihak yang menjadi penguasa pada saat itu).

               Namun demikian, tidak seorang uskup pun di Nicea mengusulkan Tritunggal. Mereka hanya memutuskan sifat dari Yesus, tetapi bukan peranan roh kudus. Pertanyaannya, jika suatu Tritunggal merupakan kebenaran Alkitab yang jelas, mengapa mereka tidak mengusulkannya pada waktu itu? 
               Setelah Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok ini terus berlangsung selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M, untuk menjelaskan rumus tersebut.

               Konsili tersebut menyetujui untuk menaruh roh kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan Kristus. Untuk pertama kali, Tritunggal Susunan Kristen mulai terbentuk dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.

               Baru pada abad-abad terakhir Tritunggal dirumuskan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan, “Perkembangan penuh dari ajaran Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui.”
               Tritunggal kemudian didefinisikan lebih lengkap dalam Kredo Athanasia. Athanasius adalah seorang pendeta yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang memakai namanya berbunyi, "Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal. Sang Bapa adalah Allah, sang Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; namun mereka bukan tiga allah, tetapi satu Allah."
               Tetapi, para sarjana yang mengetahui benar masalahnya setuju bahwa Athanasius tidak menyusun kredo ini. The New Encyclopedia Britannica mengomentari, “Kredo itu baru dikenal oleh Gereja Timur pada abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad ke-5. Pengaruh kredo itu tampaknya terutama ada di Perancis Selatan dan Spanyol pada abad ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9 dan kira-kira tidak lama setelah itu di Roma.”

               Jadi dibutuhkan waktu berabad-abad sejak zaman Kristus bagi Tritunggal untuk dapat diterima secara luas dalam Susunan Kristen. Dan dalam semua hal tersebut, apa yang membimbing keputusan-keputusannya? Apakah Firman Allah, atau apakah pertimbangan para pendeta dan politik? Dalam Origin and Evolution of Religion, E. W. Hopkins menjawab, “Definisi ortodoks yang terakhir dari tritunggal sebagian besar adalah masalah politik gereja.”
               Dalam Perjanjian Baru banyak terdapat kata “Bapa”, “Anak”, dan “Roh Kudus”. Kata-kata ini sebenarnya dikutip oleh para pengarangnya dari Septuaginta, Perjanjian Lama berbahasa Yunani, karena di Perjanjian Lama sendiri kata-kata tersebut juga banyak dijumpai. Hanya saja dari orang-orang  Yahudi tidak mempertuhankan manusia dan Roh Kudus. Tidak seperti yang telah diajarkan dalam paham ajaran agama Kristen
               Adapun mengenai penuhanan terhadap Yesus dan Roh Kudus, yang tergabung dalam konsep Trinitas, sesungguhnya merupakan karangan tokoh-tokoh Gereja Kristen Awal yang kemudian yang dipelopori oleh Paulus Tarsus untuk menyesatkan umat manusia. Dan gagasan tentang konsep Trinitas ini sesungguhnya  merupakan adopsi dari ajaran-ajaran Trinitas yang sangat populer pada saat itu, yaitu: 
1. Ajaran Trinitas   di Mesir: Iziris, Auzuris, dan Huris. 
2. Ajaran Trinitas   di India: Brahma, Wisnu, dan Syiwa. 
3. Ajaran Trinitas di Yunani: Zeus, Poseidon, dan Pedos.   
4. Ajaran Trinitas   di Romawi: Jupiter, Nipton, dan Pluton.  
 Singkatnya bila individu yang bewawasan luas dan berpikiran dalam semakin banyak mempelajari Kristologi, maka akan semakin terkuak betapa agama nasrani benar-benar bermasalah. Ritual-ritual ibadahnya banyak  mengadopsi ritual penyembah berhala. Doktrin-doktrin keimannya seperti Trinitas misalnya, ternyata bukan dari wahyu Tuhan tetapi dari kesepakatan gereja atau buah pikiran manusia. Karena berdasarkan fakta sejarah baru abad keempat Trinitas mendapat tempat resmi dalam wacana Theologi Gereja, demikian baru tahun 325 dalam Konsili (musyawarah para Uskup) di Nicea yang di pimpin Kaisar Konstantin seorang Pendeta Agung Paganisme (penyembah berhala), Yesus dikukuhkan sebagai Tuhan yang merupakan hasil kesepakatan melalui VOTING. Jadi Yesus bukan “tuhan” sejak dari awalnya tetapi “tuhan” berdasarkan kesepakatan yang pasti tidak akan disepakati oleh Yesus sendiri. Baru pada tahun 381 di Konsili Konstantinopel I, Roh Kudus sebagai Oknum ketiga dalam Trinitas akhirnya dikukuhkan juga sebagai Tuhan.
Kristen ternyata juga bukan ajaran Yesus tetapi ajaran manusia bernama Paulus; yang tragis dan ironisnya justru menyelisihi ajaran Yesus dan nabi-nabi terdahulu yang sesungguhnya yaitu Tauhid, menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Sementara Paulus mengajarkan syirik yaitu menyekutukan Allah. Menyembah ciptaan Allah yaitu manusia Yesus dan Roh Kudus. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, pola menyembah Trinitas atau Tritunggal seperti ini sebenarnya pengaruh dari pola penyembahan Tritunggal Paganis (penyembah berhala) yang sangat luas penyebarannya dan kuat pengaruhnya baik dimasa sebelum, disaat maupun sesudah Yesus.
               The Encyclopedia Americana mengomentari, “Ajaran Tritunggal dari abad ke-4 tidak dengan saksama mencerminkan ajaran Kristen yang mula-mula mengenai sifat Allah; sebaliknya, ini adalah penyimpangan dari ajaran tersebut.” Maka, dari mana asalnya penyimpangan ini? Lihat pada 1 Timotius 1: 6.

               Di seluruh dunia zaman purba, di Babel dulu, ibadat kepada dewa-dewa kafir yang dikelompokkan dalam tiga serangkai, sangat umum. Pengaruh itu juga umum di Mesir, Yunani, dan Roma pada abad-abad sebelum, selama, dan setelah Kristus. Dan setelah rasul-rasul meninggal, kepercayaan kafir tersebut menyusup ke dalam Kekristenan.
               Sejarawan Will Durant mengatakan, “Kekristenan tidak memusnahkan kekafiran, ia menerimanya. Dari Mesir datang gagasan mengenai Trinitas Ilahi.” Dan dalam buku Egyptian Religion, Siegfried Morenz berkata, “Tritunggal merupakan hal yang terutama menyita perhatian para teolog Mesir. Tiga Allah digabung dan diperlakukan seperti satu pribadi tunggal, disapa dalam bentuk tunggal. Dengan cara ini kekuatan rohani dari agama Mesir memperlihatkan hubungan yang langsung dengan teologi Kristen.”
               Jadi, di Alexandria Mesir, tokoh-tokoh gereja dari akhir abad ketiga dan permulaan abad keempat, seperti Athanasius, memperlihatkan pengaruh ini sewaktu mereka merumuskan ide-ide yang mengarah kepada Tritunggal. Pengaruh mereka sendiri meluas, sehingga Morenz menganggap “teologi Alexandria sebagai penghubung antara warisan agama Mesir dan Kekristenan.”
               Dalam kata pengantar buku History of Christianity dari Edward Gibbon, kita akan membaca, “Jika Kekafiran ditaklukkan oleh Kekristenan, halnya juga benar bahwa Kekristenan telah dirongrong oleh Kekafiran. Keilahian yang murni dari orang-orang Kristen yang mula-mula diubah, oleh Gereja Roma, menjadi dogma trinitas yang tidak dapat dimengerti. Banyak dari kepercayaan kafir, yang diciptakan oleh orang-orang Mesir dan diidealkan oleh Plato, dipertahankan sebagai sesuatu yang patut dipercayai.”
A Dictionary of Religious Knowledge menyatakan bahwa Tritunggal “adalah suatu penyelewengan yang dipinjam dari agama-agama kafir, dan dicangkokkan ke dalam iman Kristen.” Dan The Paganism in Our Christianity berkata: “Asal usul [Tritunggal] seluruhnya kafir.”
Itu sebabnya, dalam Encyclopedia of Religion and Ethics, James Hastings menulis, “Dalam agama di India, misalnya, kita temukan kelompok tiga serangkai Brahma, Syiwa, dan Wisnu, dan dalam agama Mesir kelompok tiga serangkai Osiris, Isis, dan Horus. Bukan hanya dalam agama-agama dalam sejarah, kita temukan Allah dianggap sebagai suatu Tritunggal. Kita khususnya dapat mengingat pandangan Neo-Platonik mengenai Realitas yang Paling Tinggi,” yang “diwakili secara tiga serangkai.”
               Plato, menurut perkiraan, hidup dari tahun 428 sampai 347 sebelum Kristus. Meskipun ia tidak mengajarkan Tritunggal dalam bentuknya yang sekarang, filsafatnya membuka jalan untuk itu. Belakangan, gerakan filsafat yang mencakup kepercayaan kepada kelompok-kelompok tiga serangkai bermunculan, dan semua ini dipengaruhi oleh gagasan Plato mengenai Allah dan alam.
               Nouveau Dictionnaire Universel (Kamus Universal Baru) bahasa Perancis mengatakan mengenai pengaruh dari Plato, “Tritunggal menurut Plato, yang sebenarnya hanyalah penyusunan kembali dari tritunggal-tritunggal yang lebih tua dan berasal dari orang-orang zaman dulu, tampaknya merupakan tritunggal yang rasional dan filosofis dari sifat-sifat yang melahirkan ketiga hypostase (zat) atau pribadi ilahi yang diajarkan oleh gereja-gereja Kristen. Konsep filsuf Yunani mengenai trinitas ilahi ini dapat ditemukan dalam semua agama [kafir] kuno.” 
               The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge memperlihatkan pengaruh dari filsafat Yunani ini, “Doktrin mengenai Logos dan Tritunggal menerima bentuknya dari Bapa-Bapa Yunani, yang sangat dipengaruhi, secara langsung atau tidak langsung, oleh filsafat Plato bahwa kesalahan dan kerusakan menyusup ke dalam Gereja dari sumber ini tidak dapat disangkal.”
               The Church of the First Three Centuries mengatakan, “Doktrin Tritunggal dibentuk secara bertahap dan baru belakangan terhitung,  ia berasal dari sumber yang sama sekali tidak dikenal dalam Kitab-Kitab Suci Yahudi maupun Kristen, ia tumbuh, dan dicangkokkan ke dalam Kekristenan, melalui tangan Bapa-Bapa pengikut Plato.”
               Menjelang akhir abad ketiga Masehi, Kekristenan dan filsafat Plato yang baru, berpadu secara tidak terpisahkan. Sebagaimana dinyatakan Adolf Harnack dalam Outlines of the History of Dogma, doktrin gereja kemudian “berakar dengan kuat di tanah Hellenisme [paham Yunani kafir]. Dengan demikian ini menjadi suatu misteri bagi bagian terbesar dari orang-orang Kristen.” 

               Gereja mengaku bahwa doktrin-doktrin barunya didasarkan atas Alkitab. Namun Harnack mengatakan, “Dalam kenyataan di kalangannya sendiri [gereja] mengesahkan spekulasi Hellenik, pandangan dan kebiasaan takhyul dari ibadat kafir yang bersifat misteri.”
               Dalam buku A Statement of Reasons, Andrews Norton menyatakan tentang Tritunggal, “Kita dapat menelusuri sejarah doktrin ini dan menemukan sumbernya, bukan dalam wahyu Kristen, melainkan dalam filsafat Plato. Tritunggal bukan doktrin dari Kristus dan Rasul-Rasulnya, melainkan suatu fiksi dari sekolah para pengikut Plato.”
               Jadi, pada abad keempat Masehi, kemurtadan yang dinobatkan oleh Paulus dan para rasul mulai berkembang penuh. Perkembangan dari Tritunggal hanya satu bukti dari ini. Gereja-gereja yang murtad juga mulai menganut gagasan kafir lain, seperti api neraka, kekekalan jiwa, dan penyembahan berhala. Secara rohani, Susunan Kristen telah memasuki abad-abad kegelapannya yang telah dinubuatkan, dikuasai oleh golongan pendeta “manusia durhaka” yang terus bertambah besar seperti yang telah disebutkan pada 2 Tesalonika 2:3.
Sebenarnya pemahaman mengenai penyimpangan pada Doktrin Trinitas selain dapat diperoleh dari fakta sejarah juga dapat diperoleh dari analisa Alkitab. Dalam kelahiran Yesus yang tidak lazim, Matius menyebutkan Roh Kudus, tetapi Lukas menyebutkan Malaikat Jibril. Lalu Siapakah Roh Kudus itu? Bukankah Roh Kudus itu adalah Malaikat Jibril sendiri? Kalau demikian logikanya yang benar berarti Tuhan adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Malaikat Jibril, lalu Yesus adalah seorang nabi, putra Maryam.
Bahkan dalam Alkitab disebutkan dengan jelas bahwa Yesus adalah seorang Nabi ayat-ayat yang menerangkan hal tersebut adalah:

Yohanes: 7: 40
“Beberapa orang di antara banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu berkata: ‘Dia ini nabi yang benar-benar akan datang.’”
Matius 21: 11
“Dan banyak orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‘Seorang nabi besar telah muncul ditengah-tengah kita,’ dan ‘Allah telah merawat umatNya.’”
Lukas 24: 19
“KataNya kepada mereka: ‘Apakah itu?’ Jawab mereka: ‘Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan dihadapan Allah dan didepan seluruh bangsa kami.”

Al Qur’an mengingatkan dalam Surat 5: 73 : “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang amat pedih.” Jadi jelaslah doktrin Trinitas tidak pernah diajarkan oleh Yesus sendiri.



REFERENSI
Taken from “Dialog Islam Kristen Upaya Menelusuri Kebenaran Hakiki”
by Hasan A Baagil
Copyright 2005 Lintas Pustaka Publisher From Jakarta
Taken From “Injilku Yang Ternoda”
Cetakan ke-7
By Yusuf Ismail al Hadid (Muallaf)
Maret 2008
Pustaka Fahima From Yogyakarta
“Menghalau Missionaris Dan Misi Sucinya Mengkristenkan Dunia”
Cetakan Ke-5
By Yusuf Ismail al Hadid (Muallaf)
April 2008
Pustaka Fahima From Yogyakarta
A Gift From My Student Oceana  
Assalam Boarding School Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar